Surabaya – Tasyakuran khitan di Jawa Timur umumnya dilakukan secara tradisional yang masih kental dengan tradisinya, Setelah memilih tanggal, bulan, dan tahun yang dianggap baik bagi keluarga.
Khitan telah dikenal dan dilakukan oleh orang sejak dahulu dan berlanjut sampai Islam datang dan sampai sekarang. Dikalangan utusan, orang yang pertama kali melakukan khitan, menurut sejarah adalah Nabi Ibrahim AS.
Dengan suguhan Kesenian Jaranan Turonggo Jati Saputro yang juga merupakan kesenian turun-temurun itu mendapat sambutan warga yang meriah, Hiburan pesta jaranan masyarakat yang sangat ditunggu dan disambut penuh dengan suka cita, baik dari anak-anak hingga orang dewasa.
Hiburan yang tersedia pun beragam mulai dari hiburan khas masyarakat setempat hingga hiburan yang modern yang masuk ke daerah apapun hiburannya, satu hal yang sama yakni tujuannya sang pemilik hajat ingin berbagi kebahagiaannya dengan membuat masyarakat terhibur.
Berbagai kesenian tradisional masyarakat Jawa, khususnya Jaranan, sampai saat ini masih tetap eksis di seluruh kota maupun di Jawa Timur, hal ini terbukti dengan pertunjukan Jaranan Turonggo Jati Saputro yang berlangsung pada acara khitanan ananda Daffa Arsenio Anwar dari asangan Choirul Anwar dan Rosilia di daerah Sambisari kota Surabaya, berhasil menarik ratusan pasang mata penonton, baik anak-anak, muda-mudi serta orang tua.
Menurut Djuliadi (Mbah Doel) selaku pemangku Jaranan Turonggo Jati Saputro, ditengah-tengah gempuran hiburan modern lainnya, salah satunya internet, atraksi atau jaranan Kuda Lumping tetap ada pada zaman ini dan tidak kalah bersaing dengan beragam hiburan yang baru.
Ia menambahkan bahwa seni jaranan merupakan salah satu kekayaan budaya Indonesia yang harus dilestarikan. Ia berharap pemerintah dapat lebih memperhatikan pengembangan seni jaranan.
Masih kata Mbah Doel, jaranan atau kuda lumping adalah tradisi aksi, gerak dan lagu yang menunjukkan keheroikan seseorang dalam atraksi diselingi dengan tari dan diiringi dengan lagu. Penonton yang merupakan warga masyarakat sekitar sekaligus tamu undangan khitanan menikmati setiap tari, irama musik dan tontonan yang membuat mereka takut, penasaran dan mengundang decak kagum.
“Kegiatan ini sama saja melestarikan budaya. Anak muda harus belajar tentang sejarah. Sebab, ada pepatah barangsiapa belajar sejarah. Sama artinya belajar kejayaan masa lampau,” katanya, Minggu (05/05).
Ia menjelaskan, pentas seni jaranan ini agar generasi muda tahu bahwa kesenian merupakan identitas bangsa jadi harus terus dilestarikan.
Di bawah bimbingan Mbah Doel, tradisi Jaranan yang beralamatkan Jl. Sambisari 2a-39 Kelurahan Lontar Kecamatan Sambikerep – Surabaya ini dengan diiringi tabuhan dari kendang, gong, tiupan seruling, dan alat musik tradisional lainnya, menghasilkan suara yang sangat khas. Disertai dengan aroma kemenyan yang telah dibakar sebagai salah satu persyaratan digelarnya kesenian Jaranan.
“Semoga hiburan tradisional tetap dilestarikan untuk menghibur masyarakat, sehingga anak cucu kelak tetap dapat turut terhibur dengan hiburan pesta rakyat dan seni budaya peninggalan nenek moyangnya, agar tidak hilang ditelan zaman serba canggih sekarang ini,” harap Mbah Doel.
Rosilia selaku pemilik hajatan, mengatakan bahwa ini merupakan nadzar keluarga, ia memesan seni jaranan untuk menghibur para tamu undangan. Menurutnya, seni jaranan merupakan kesenian tradisional yang harus dilestarikan.
Ia menambahkan bahwa kesenian jaranan merupakan kesenian yang syarat makna dan nilai-nilai luhur. Seni jaranan juga merupakan salah satu identitas budaya Jawa yang harus dijaga kelestariannya, papar Rosilia
Menurut pantauan dalam acara ini, ratusan warga melihat atraksi kuda lumping lebih dekat. Beberapa penjual makanan juga merasa sangat senang. Selain dapat hiburan gratis, mereka juga terbantu secara ekonomi, karena dapat meraup rezeki pada momen tersebut.
Komentar